Tugas 3 Etika Bisnis: Masalah Keadilan dalam Bisnis
Contoh Kasus Masalah Keadilan dalam Bisnis
Nama : Mukhammad Eko Setiawan
NIM : 01219059
Kelas : Manajemen A-01
Mata Kuliah : Etika Bisnis
Universitas Narotama Surabaya
Kasus Lumpur Lapindo
Banjir lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo (Lusi), adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 2006. Lokasi semburan tersebut merupakan kawasan pemukiman dan disekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur.Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, serta jalur kereta apilintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui atau bisa dikatakan juga bencana alam/faktor alam.
Dampak yang ditimbulkan dari semburan ini antara lain:
· Lumpur menggenangi 16 desa di tiga kecamatan.
· Lahan dan ternak juga terkena dampak lumpur
· Sekitar 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja
· Empat kantor pemerintah juga tak berfungsi dan para pegawai juga terancam tak bekerja.
· Tidak berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
· Rumah/tempat tinggal yang rusak akibat diterjang lumpur dan rusak sebanyak 1.683 unit.
Sampai Mei 2009, PT Lapindo, melalui PT Minarak Lapindo Jaya telah mengeluarkan uang baik untuk mengganti tanah masyarakat maupun membuat tanggul sebesar Rp. 6 triliun. Sejumlah warga dari Sidoarjo, Jawa Timur, yang merupakan korban lumpur Lapindo, mendatangi Kantor Gubernur Jawa Timur, di Jalan Pahlawan 110 Surabaya, Rabu [29/5/2019]. Mereka membentangkan spanduk tuntutan penuntasan kasus lumpur Lapindo yang telah berlangsung sejak 29 Mei 2006. Masalah ganti rugi, masih ada sejumlah warga yang belum terlunasi dari segi tanah dan bangunan. Khususnya aset warga berupa pondok pesantren, pabrik, juga lahan kosong dan sawah.
Walhi Jawa Timur telah melakukan penelitian terkait kualitas tanah dan air di sekitar area terdampak lumpur, 2008 hingga 2016. Hasilnya menunjukkan ada kandungan polycyclic aromatic hydrocarbon [PAH] hingga 2.000 kali diambang batas normal. PAH menurut program lingkungan PBB [UNEP], merupakan senyawa organik berbahaya bersifat karsiogenik yang dapat memicu kanker. Sedangkan laporan tim kelayakan permukiman bentukan Gubernu Jawa Timur menyebutkan level pencemaran udara oleh hydrocarbon mencapai 8.000 hingg 220 ribu kali lipat di atas ambang batas.
Komentar
Posting Komentar